Info Kegiatan

 
 

catatan Pesta Buku Bandung 2015
Oleh Lubabul Fuad


Pesta Buku Bandung 30 Januari sampai 5 Februari 2015 lalu telah digelar. Ada keramaian di sana yang perlu dicatat. 

Seorang pengunjung, Kholid Ahmadi berpendapat, “saya menyukai buku dank arena itu senang suasana banyak buku, kumpul beramai-ramai,” katanya kepada Katakini, 5 Pebruari 2015 lalu.

Belanja buku bagi Kholid bukan urusan pameran. “Kalau belanja bulanan sering ke toko-toko buku umum, tapi dengan pameran bisa berjumpa teman dan terkadang menemukan buku yang unik-unik yang kadang sudah tidak ditemukan di toko buku umum,” tuturnya.

Pameran buku dengan tajuk Pesta Buku 2015 hasil kerja IKAPI Jabar ini penting dicatat. Pertama, sebagai petunjuk bahwa dunia buku cetak masih menjadi bagian penting di tengah-tengah gurita literatur online. Kedua, Bandung selama ini memiliki karakter sendiri dalam urusan buku, yang karakter itu sebenarnya boleh dibilang tidak mengalami kemajuan dari waktu ke waktu.

Beragam buku dari sekian banyak penerbit dijajakan. “Seperti pemeran sebelumnya, pameran tahun ini bukanlah sebuah event untuk pengenalan produk dengan kompetisi menjajakan nilai-nilai buku baru atau hal yang dapat menarik minat masyarakat atas buku dengan trik kreatifnya,” ujar Kartika Maharani seorang mahasiswi Fisip Unpad.

Kartika datang ke Pesta Buku Braga Bandung mengaku hanya mencari-cari buku yang murah dan mungkin saja bermutu. Tetapi kali itu naas, karena hanya mendapat 2 novel. “Stok bukunya banyak yang lama dan rata-rata sudah beli,” jelasnya.

Urusan Pesta Buku, IKAPI memang sudah bertahun-tahun melakukan hal itu sebagai rutinitas menjalankan event-organizer untuk memfasilitasi para “pedagang” buku dengan membuka kesempatan para pedagang membeli lapak dan menyajikan dagangan secara murah. Bak pasar tiban, buku-buku baru maupun buku lawas dijual murah.

Target pengenalan dunia perbukuan tak pernah menemukan kreativitas. Situasi pameran yang sempit, sumpek, toilet yang bau pesing dan tak ada tempat duduk yang nyaman untuk istirahat disertai acara-acara yang monton sudah menahun terjadi. Tak ada upaya pindah lokasi juga.

Buku Pergerakan
Situasi lain, pesta buku suasana agamis sangat menonjol. Ini sejalan dengan tren pop-culture Islam perkotaan di mana masyarakat Bandung sedang gemar berislam-islam dengan cara simbolis. Sisi lain, memang buku kajian-kajian ilmiah masih punya pangsa pasar. Tetapi, “ini sangat kecil segmenya dan saya lihat kelompok pengunjungnya itu-itu saja,” kata Denai Sang Denai dari Penerbit Ultimus, yang menggelar buku-buku ilmiah dan buku-buku kiri.

Denai merasakan bahwa apa yang diambil dari segmen perbukuan itu bukan hal yang menggagetkan. Pendiri penerbit Ultimus, Bilven Sandalista sadar akan situasi ini. “Justru kami memilih segmen buku kiri dan pergerakan karena tidak banyak yang menerbitkan buku segmen ini,” katanya.[]

Sumber: www.katakini.com